A. IPNU
Sekilas kelahiran IPNU, 1954 Tahun 1373 H. atau bertepatan dengan 1954 M. merupakan titik awal
perjalanan generasi muda NU yang tergabung dalam IPNU. Sebelum
menggunakan nama IPNU, kegiatan mereka di berbagai tempat
bermacam-macam. Sebagian melakukan rutinitas keagamaan, seperti
tahlilan, yasinan, diba’/ berjanji, dst. Kelompok pelajar seperti itu
lebih banyak ditemui di pesantren-pesantren dan di kampung-kampung.
Sebagian lagi, kelompok muda NU mengadakan di Sekolah-Pesantren, Sekolah
Umum dan Perguruan Tinggi. Sekalipun tergolong masih kecil jumlahnya.
Pendirian IPNU pada tahun tersebut, bukan tanpa proses. Beberapa
kegiatan yang telah disebut di atas. Sisi lainya adalah dengan melalui
musyawarah yang intensif, antara para kyai pesantren, pengurus NU dan
lembaga pendidikan Ma’arif NU. Termasuk yang tak kalah pentingnya adalah
kontribusi pemikiran aktivis kaum pelajar NU, lebih khusus di Pesantren
atau Sekolah.
Pilihan nama organisasi juga melalui proses. Bukti historis proses
tersebut sebagai berikut: beberapa tahun sebelumnya terdapat keragaman
nama bagi perkumpulan pelajar NU, seprti Tsamratul Mustafidin di
Surabaya tahun 1936, PERSANO (Persatuan Santri Nahdlotul Oelama) tahun
1945, Persatuan Murid NU tahun 1945 di Malang, Ijtima-ulth Tholabiyyah
tahun 1945 di Madura, ITNO (Ijtimatul Tholabah NO) tahuan 1946 di
SUmbawa, PERPENO (Persatuan Pelajar NO) di Kediri 1953, IPINO (IKatan
Pelajar NO) dan IPENO tahun 1954 di Medan, dll.
Mengingat perkumpulan tersebut satu sama lain kurang saling mengenal,
karena kelahiran mereka atas inisiatif dan kreatifitas mereka sendiri.
Maka, maka dibutuhkan wadah yang sama dan satu induk. Satu hal yang
sewarna dan sejalan adalah pijakan pada dasar keyakinan Islam Ahlusunnah
Wal jama’ah. Juga atas dasar kebersamaan dan persatuan (ukhwah) sesama
umat Islam pemegang tradisi. Karena itu, IPNU merupakan induk dan
satu-satunya organisasi NU yang menangani kaum muda NU tingkat pelajar
NU, termasuk di Perguruan Tinggi. Ini juga yang membedakan dengan PMII,
yang lahir pada tahun 1960 dari Departemen Perguruan Tinggi PP IPNU.
Tepat tanggal 24 Pebruari 1954 M. bertepatan dengan 20 Jumadil Akhir
1373 H. di Semarang, pada konferensi besar Ma’arif NU se-Indonesia
menyepakati nama IPNU, Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama sebagai
satu-satunya wadah berhimpun dan berkreasi Pelajar, Mahasiswa, Santri
dan remaja baik di Pesantren, Madrasah/sekolah maupun Perguruan Tinggi.
Gagasan ini dipelopori oleh Tolhah Mansur ( Fak. Hukum UGM ), fadlan AGN
( Fisipol UGM ) dari Jatim, Mustahal achmad Masyhud ( Solo ) Sufyan
Kholil dan Abdul Ghoni Farida ( Semarang ) yang pada akhirnya dalam
Konferensi tersebut Mohammad Tolchah Mansur ditetapkan sebagai ketua
ummnya. Gagasan tersebut muncul karena memendang perlunya penyatuan
elemen gerak berbagai organisasi pelajar NU dalam satu wadah agar lebih
solid. Sejak saat itu, upaya pengembangan cabang terus dilakukan hingga
berdiri lima cabang yang dikenal dengan PANCA DAERAH ( Jombang, Solo,
Kediri, Semarang dan Yogyakarta )
Menindaklanjuti ketetapan Konbes Ma’arif itu, para pengurus mengadakan
konferensi lima daerah; Yogyakarta, Semarang, Surakarta, Jombang dan
Kediri. Di Surakarta tanggal 29 April – 1 Mei 1954. putusan-putusan
penting pun dihasilkan; selain merumuskan tujuan, PD PRT, juga
menetapkan Tolchah Mansur sebagai ketua umum Pimpinan Pusat IPNU dan
menetapkan kota Yogyakarta sebagai kantor pusat organisasi. Mendapat
pengakuan resmi sebagai bagian NU pada Muktamar ke 20 di Surabaya, 9-14
September 1954, setelah ketua umum menyampaikan gagasan IPNU dihadapan
peserta Muktamar NU.
Untuk memperkokoh organisasi, IPNU melaksanakan Muktamarnya (baca:
Kongres) yang pertama pada tanggal 28 Februari 1955 di Malang Jawa
Timur. Ikut hadir dalam perhelatan Nasional itu adalah presiden RI
Soekarno. Hal ini juga sekaligus pengukuhan IPNU sebagai bagian
organisasi pemuda di Indonesia. IPNU pun mulai populer di tengah
masyarakat Indonesia. Lebih-lebih, surat kabar dan radio memberitakan
pidato Bung Karno pada Muktamar IPNU tersebut.
Sebagai organisasi pelajar dan terpelajar, beberapa tokoh pendiri IPNU
adalah orang-orang yang masih berpendidikan, seperti Mohammad Tolchah
Mansur (mahasiswa UGM Yogyakarta), dan Ismail (mahasiswa IAIN Sunan
Kalijogo Yogyakarta). Di daerah-daerah juga, para pengurus IPNU saat itu
banyak yang dipegang oleh para mahasiswa, seperti Mahbub Djunaedi dan
M. Sahal Makmun di Jakarta (mahasiswa UI). Beberapa kader IPNU lainya di
Pesantren adalah Abdurrahman Wahid dari Jawa Timur (Ketua Tanfidziyah
PBNU 1984-1999) dan Ilyas Ru’yat dari Jawa Barat (Rais ‘Am 1994-1999).
Perjalanan IPNU dari masa ke masa
IPNU Pasca Kongres Jombang 1988
Perubahan zaman memang tidak bisa dihindari, tetapi dihadapi dan
dilaksanakan , pernyataan itu, berlaku untuk siapa dan apa saja,
termasuk juga organisasi IPNU. Tahun 1998, saat kongres ke-10 di
jombang, IPNU harus menghadapi perubahan zaman. Hal ini cukup berdampak
luas bagi keberadaan (eksistensi) IPNU ke depan. Perubahan ini,
setidaknya bersumber awal dari UU nomor 8 tahun 1985 yang ‘membabi buta’
dalam penerapan aturan tentang keormasan di Indonesia. Azas dan Nama
perubahan, karena tuntutan UU itu, seperti juga pada NU, tapi,
hakekatnya tetap, seperti tujuan, sasaran kelompok dll.
Kependekan nama IPNU dari IKatan Pelajar Nahdlatul Ulama berubah menjadi
Ikatan Putra Nahdlatul Ulama. Bahkan ketika itu, tidak saja perubahan
kependekan ‘P’ termasuk dua huruf dilakangnya ( NU) juaga harus
dihapuskan. Karena, hal itu dianggap sebagi bawahan ( underbouw) partai
tertentu ( ingat, tahun 1950-an NU menjadi partai sendiri ). Syukur
Alhamduliilah, pada kongres itu akhirnya diputuskan untuk tetap menjadi
IPNU, hanya ‘P’-nya saja berubah ; dari Pelajar menjadi Putra. Hal
serupa juga, terjadi pada organisasi pelajar manapun, selain PII,
Pelajar Islam Indonesia.
Dengan berubahnya kependekan “P”, berubah pula orientasi dan sasaran
binaanya IPNU. Dari pelajar dan Mahasiswa sebagai sasaran utama, berubah
untuk dapat membina juga remaja yang tidak sekolah. Dapat disebut,
setelah kongres Jombang tahun 1988 hingga Kongres Garut tahun 1996
adalah masa Transisi yang bekepanjangan. Satu misal adalah tidak pernah
sampainya pemahaman yang sama tentang orientasi bidang garap IPNU,
berikut skala prioritasnya. Pada masa itulah terjadi tarik menarik
antara kepentingan politik praktis (politisasi IPNU) dengan prioritas
program untuk membenahai warga IPNU sector awal berdirinya IPNU; santri
dan pelajar. Hal ini, ternyata berdampak pada proses pengkaderan yang
pelan-pelan semakin hilang dari pesantren atau sekolah ma’arif NU.
IPNU kembali ke Khittah 1954: Deklarasi Makasar 2000
Melihat kenyataan IPNU yang masih dalam masa transisi diatas, maka dalam
menyambut millennium ke III, tahun 2000 di Kongres IPNU ke 13 di
Makasar, para kader IPNU memunculkan kesadaran bersama (common sense)
secara kolektif. Seakan-akan ada hal yang baris telah kembali lagi,
yakni sesuatu yang terasa hilang, yakni pada tahun 1988. sesuai
deklarasi Makasar 2000 dan hasil Kongres 13, adalah bahwa IPNU kembali
pada visi kepelajaran, lalu menumbuh-kembangkan IPNU pada basis
perjuangan; Sekolah dan Pondok Pesantren, dan terakhir mengembalikan CBP
(Corp Brigade Pembangunan) yang lahir 1965 sebagai kelompok
kedisiplinan, kepanduan dan kepecinta alaman. Semua itu dalam rangka
mencapai tujuan IPNU, yaitu terbentuknya Pelajar-Pelajar bangsa yang
bertaqwa kepada Allah SWT, berilmu, berakhlak muli dan berwawasan
kebangsaan, serta bertanggung jawab atas tegak dan terlaksananya syariat
Islam menurut faham Ahlussunnah waljamaah yang berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945.
Menegaskan Khittah 1954 pada Kongres XIV 2003 (Surabaya)
Deklarasi Makasar 2000 sebagai tonggak awal mengembalikan IPNU pada
orentasi garapan ternyata belum mampu mengakhiri problematika tersebut.
Pada Kongres IPNU ke 14 di Surabaya, para kader IPNU memunculkan
kesadaran bersama. Kesadaran itu adalah untuk merubah nama dan sekaligus
visi kepelajaran dan orientasi pengkaderan IPNU, khususnya di Pesantren
dan sekolah-sekolah. Artinya kongres telah mengembalikan IPNU pada
garis perjuangan yang semestinya. Secara popular, hal tersebut dikenal
dengan nama Khittah 1954. dengan demikian, perlahan tapi pasti, IPNU
berkesempatan untuk mengembalikan masa keemasan yang telah hilang,
seperti 15 tahun yang lalu. Akan tetapi, kesadaran itu pun sebenarnya
rentan, bahaya bila momen itu tidak digunakan dengan sebaik-baiknya dan
seoptimal mungkin oleh semua jajaran NU, khususnya IPNU, lebih khusus
lagi pesantren (baca: RMI) dan Ma’arif.
Karena itu IPNU, kini tengah memusatkan pikiran, sembari mengajak
bergandeng tangan dan merapatkan barisan pada semua eleman NU,
khususnya, untuk mengaktualisasikan kongres 2003 (khittah 1954), hingga
benar-benar nyata hasilnya bagi keluarga besar NU. Sehingga, bahwa IPNU
sebagai kader NU kawah candra dimuka atau garda terdepan dapat
benar-benar menjadi kenyataan. Jangan sampai terjadi lagi, IPNU
dijadikan sebagai lompatan politik praktis. Sebab IPNU diharapkan hanya
dijadikan lompatan untuk menciptakan kader NU yang terbaik dan maslahat
bagi bangsa Indonesia, pada umumnya. Hanya melalui pendirian komisariat –
komisariat, gagasan IPNU tersebut dapat direalisasikan dengan benar dan
tepat.
Tokoh – tokoh yang pernah menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat IPNU adalah :
1. Rekan M. Tolhah Mansyur ( 1954 – 1960 )
2. Rekan Ismail Makki ( 1960 – 1963 )
3. Rekan Asnawi Latif ( 1960 – 1966 ; 1966 – 1970 )
4. Rekan Tosari Wijaya
5. Rekan Zainut Tauhid
6. Rekan Ahsin Zaidi
7. Rekan Hilmi Muhammadiyah ( 1996 – 2000 )
8. Rekan Abdullah Azwar Anas ( 2000 – 2003 )
9. Rekan Mujtahidurridho ( 2003 – 2006 )
10. Rekan Idi Muzayyad ( 2006 – 2009 )
B. IPPNU
A. LATAR BELAKANG SEJARAH KELAHIRAN IPPNU
Bermula dari perbincangan ringan yang dilakukan oleh beberapa remaja
putri yang sedang menuntut ilmu di Sekolah guru Agama (SGA) Surakarta,
tentang keputusan Muktamar NU ke-20 di Surakarta. Maka perlu adanya
organisasi pelajar di kalangan Nahdliyat. Dalam keputusan ini di
kalangan NU, Muslimat NU, Fatayat NU, GP. Ansor, IPNU dan Banom NU
lainnya untuk membentuk tim resolusi IPNU putri pada kongres I IPNU di
Malang Jawa Timur, selanjutnya disepakati dalam pertemuan tersebut bahwa
peserta putri yang akan hadir di kongres Malang di namakan IPNU putri.
Dalam suasana kongres ternyata keberadaan IPNU putri nampaknya masih
diperdebatkan dengan secara alot. Semula direncanakan secara
administratif hanya menjadi departemen di dalam tubuh organisasi IPNU.
Sementara hasil negosiasi dengan pengurus teras PP IPNU telah membentuk
semacam kesan eksklusivitas IPNU hanya untuk pelajar putra. Melihat
hasil tersebut maka pada hari kedua kongres, peserta putri yang hanya
diwakili lima daerah (Yogyakarta, Surakarta, Malang, Lumajang, dan
Kediri) terus melakukan konsultasi dengan dua jajaran di pengurus teras
Badan Otonom NU yang menangani pembinaan organisasi pelajar yaitu PB
Ma’arif (saat itu dipimpin Bpk. KH. Syukri Ghozali) dan ketua PP
Muslimat NU (Mahmudah Mawardi). Maka dari pembicaraan selama beberapa
hari telah membuat keputusan sebagai berikut:
1. Tanggal 28 Februari – 5 Maret
2. Pembentukan Organisasi IPNU putri secara organisatoris dan secara administratif terpisah dengan IPNU
3. Tanggal 2 maret 1995M/8 Rajab 1374 H dideklarasi8kan sebagai hari kelahiran IPNU putri
4. Untuk menjalankan roda organisasi dan upaya pembentukan pembentukan
cabang selanjutnya ditetapkan sebagai ketua yaitu UMROH MAHFUDHOH dan
sekretarisnya bernama SYAMSIYAH MUTHOLIB.
5. PP IPNU putri berkedudukan di Surakarta Jawa Tengah.
6. Memberitahukan dan memohon pengesahan resolusi pendirian IPNU putri
kepada PB Ma’arif NU, kemudian PB Ma’arif NU menyetujui dengan merubah
nama IPNU putri menjadi IPPNU(Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama)
PERJALANAN IPPNU DARI MASA KE MASA
Sejalan dengan adanya pelaksanaan konggres dari beberapa zaman (
Kemerdekaan, Orla, orba, Era reformasi) tentu mengalami berbagai
peristiwa yang sangat menonjol dalam suatu keputusan kongres, dan dalam
perjalanan IPNU dari masa ke masa antara lain :
1. Bulan Februari 1956 diadakan konferensi IPPNU di Surakarta
2. Tanggal 1-4 Januari 1957 pada muktamar IPNU di Pekalongan IPPNU ikut
serta. Acara itu diisi olahraga dan juga menghasilkan lambang IPNU-IPPNU
3. Tanggal 14-17 Maret 1960 diadakan Konbes I di Yogyakarta,
membicarakan tentang keorganisasian, kemahasiswaan, Pendidikan Islam
serta bahasa Arab
4. Tahun 1964 dilaksanakan Konbes III bersama IPNU di Pekalongan, dengan menghasilkan :
a. Doktrin Pekalongan
b. Mengusulkan agar KH. Hasyim Asy’ari sebagai pahlawan
5. Tanggal 30 Agustus 1966 dalam konggres di Surabaya IPNU dan IPPNU memohon pada PBNU untuk menerimanya sebagai badan otonom
6. Tahun 1967 pada Muktamar NU di Bandung, resmilah IPPNU dimasukkan dalam PD/PRT NU sebagai badan otonom sampai sekarang
7. Pada perkembangan berikutnya nampak pemerintah juga tidak ingin
mengambil resiko membiarkan dunia akademik terkontaminasi dengan unsur
politik manapun, sehingga diberlakukan UU No. 8 tahun 1985 tentang
keormasan khusus untuk organisasi ekstra pelajar adalah OSIS, selama itu
IPPNU mengalami stagnasi pengkaderan dan PP didominasi oleh para
aktivis yang usianya sudah melebihi batas. Maka pada konggres IX IPPNU
di jombang tahun 1987, secara singkat telah mempersiapkan perubahan asas
organisasi dan IPPNU yang kepanjanganya IKATAN PELAJAR PUTRI NAHDLATUL
ULAMA telah berubah menjadi IKATAN PUTRI-PUTRI NAHDLATUL ULAMA.
8. Bulan Oktober 1990 pada Konbes IPPNU di lampung, menghasdilkan citra diri dan memantapkan PPOA IPPNU.
9. Pada konggres X IPPNU tahun 1991 di ponpes AL WAHDAH lasem jawa
tengah, telah menguatkan independensi IPPNU dan IPNU yang merupakan
organisasi terpisah.
10. Tanggal 10-14 juli 1996 di pesantren Al Musyaddidah garut Jabar
mengadakan konggres XI IPPNU, yang menekankan usia kepemudaan di tubuh
IPNU supaya sejajar dengan organisasi pemuda yang lain.
11. Konbes bulan september 1998 di Jakarta, menghasilkan rekomendasi
yang samgat menonjol di era reformasi yaitu bahwa IPPNU menyambut baik
pendirian PKB yang tidak menggumakan nama NU
12. Tanggal 22-25 Maret 2000, pelaksanaan konggres XII IPPNU di Makassar
Ujung Pandang, telah mendeklarasikan bahwa IPPNU akan dikembalikanke
basis kepelajaran dan wacana Gender.
13. Tanggal 18 –23 Juni 2003 kongres XIII IPPNU di asrama haji sukolilo
Surabaya mengembalikan IPPNU kepada Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama
Tokoh – tokoh yang pernah menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat IPPNU adalah :
1. Rekanita Umroh Mahfudzoh ( Gresik Jatim. 1955 – 1956 )
2. Rekanita Basyiroh Soimuri ( Solo Jateng. 1956 – 1968 )
3. Rekanita Basyiroh Soimuri ( Solo Jateng. 1968 – 1960 )
4. Rekanita Mahmudah Nachrowi ( Malang Jatim. 1960 – 1963 )
5. Rekanita Farida Mawardi ( Surakarta. 1963 – 1966 )
6. Rekanita Mahsanah Asnawi ( Rembang. 1966 – 1970 )
7. Rekanita Ratu Ida Mawaddah ( Serang Banten. 1970 – 1976 )
8. Rekanita Misnar ma’ruf ( Padang Sumbar. 1976 – 1981 )
9. Rekanita Titin Asiyah ( Jakarta. 1981 – 1988 )
10. Rekanita Ulfah Masfufah ( Jatim 1988 – 1991 ; 1991 – 1996 )
11. Rekanita Safira Mahrusah (Yogyakarta. 1996 – 2000 )
12. Ratu Dian Hatifah ( Banten. 2000 – 2003 )
13. Siti Soraya Devi ( Cirebon. 2003 – 2006 )
14. Wafa Patria Ummah ( Jatim. 2006 – 2009 )
HUBUNGAN IPNU – IPPNU DAN ORMAS LAIN
Kaitan IPNU – IPPNU dan NU, bahwa IPNU & IPPNU secara organisatoris
merupakan badan otonom NU yang resmi tercantum pada Anggaran Rumah
Tangga NU pasal 27 poin 6 bagian f, hasil mukatamar NU lirboyo jawa
timur yang mana bahwa IPNU & IPPNU mempunyai hak dan kewajiban yang
sama dengan badan otonom yang lain.
Hubungan IPNU dengan IPPNU, bahwa IPNU merupakan mitra kerja IPPNU,
sedangkan hubungan IPNU & IPPNU dengan ormas lain , bahwa IPNU &
IPPNU mempunyai kedudukan yang sejajar dengan ormas yang lain yang
tergabung dalam satu wadah pembinaan dan pengembangan generasi muda
(KNPI).
SEKILAS TENTANG PD/ PRT IPNU
BAB II
AQIDAH dan ASAS
Pasal 3
Aqidah dan Asas
1. Ikatan pelajar Nahdlatul Ulama beraqidah/berasas Islam dengan
menganut paham ahlussunnah wal jamaah dan menurut salah satu dari madzab
empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali.
2. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Ikatan Pelajar Nahdlatul
Ulama berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat/
kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, dan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
BAB III
SIFAT DAN FUNGSI
Pasal 4
Sifat
IPNU adalah organisasi yang bersifat keterpelajaran, kekaderan, kemasyarakatan, kebangsaan dan keagamaan.
Pasal 5
Fungsi
IPNU berfungsi sebagai :
1. Wadah perjuangan pelajar Nahdlatul Ulama dalam pendidikan dan kepelajaran.
2. Wadah pengkaderan pelajar Nahdlatul Ulama untuk mempersiapkan kader – kader bangsa dan kepemimpinan Nahdlatul Ulama
3. Wadah penguatan pelajar Nahdlatul Ulama dalam melaksanakan dan
mengembangkan Islam ahlussunah wal-Jamaah untuk melanjutkan semangat,
jiwa dan nilai-nilai nahdliyah
4. Wadah komunikasi pelajar Nahdlatul Ulama untuk memperkokoh ukhuwah nahdliyah, islamiyah, insaniyah dan wathoniyah.
BAB IV
TUJUAN DAN USAHA
Pasal 6
Tujuan
Tujuan IPNU adalah terbentuknya pelajar bangsa yang bertaqwa kepada
Allah SWT, berilmu, berakhlak mulia dan berwawasan kebangsaan serta
bertanggungjawab atas tegak dan terlaksananya syari’at Islam menurut
faham ahlussunnah wal jama’ah yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 7
Usaha
1. Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana pasal 6, maka IPNU melaksanakan usaha-usaha:
2. Menghimpun dan membina pelajar Nahdlatul Ulama dalam satu wadah organisasi.
3. Mempersiapkan kader-kader intelektual sebagai penerus perjuangan bangsa.
4. Mengusahakan tercapainya tujuan organisasi dengan menyusun landasan
program perjuangan sesuai dengan perkembangan masyarakat (maslahah
al-ammah), guna terwujudnya khaira ummah
5. Mengusahakan jalinan komunikasi dan kerjasama program dengan pihak lain selama tidak merugikan organisasi.
BAB V
LAMBANG
Pasal 8
Lambang
1. Lambang organisasi berbentuk bulat.
2. Warna dasar hijau, berlingkar kuning di tepinya, dengan diapit dua lingkaran putih.
3. Di bagian atas tercantum akronim “IPNU”, dengan tiga titik di
antaranya dan diapit oleh tiga garis lurus pendek, yang satu di
antaranya lebih panjang pada agian kanan dan kirinya semua berwarna
putih.
4. Di bawahnya terdapat bintang sembilan. Lima terletak sejajar, yang
satu di antaranya lebih besar terletak di tengah dan empat bintang
lainnya terletak mengapit membentuk sudut segitiga. Semua berwarna
kuning.
5. Di antara bintang yang mengapit, terdapat dua kitab dan dua bulu angsa bersilang berwarna putih.
BAB VII
STRUKTUR DAN PERANGKAT ORGANISASI
Pasal 10
Struktur Organisasi
Struktur Organisasi IPNU terdiri dari :
1. Pimpinan Pusat untuk tingkat nasional, disingkat PP.
2. Pimpinan Wilayah untuk tingkat propinsi, disingkat PW.
3. Pimpinan Cabang untuk tingkat kabupaten/kota atau daerah yang disamakan dengan kabupaten/kota, disingkat PC.
4. Pimpinan Cabang Istimewa untuk luar negeri, disingkat PCI.
5. Pimpinan Anak Cabang untuk tingkat kecamatan, singkat PAC.
6. Pimpinan Ranting untuk tingkat desa atau kelurahan dan sejenisnya, disingkat PR serta
7. Pimpinan Komisariat untuk lembaga pendidikan, disingkat PK.
Pasal 13
Masa Khidmat
1. Masa khidmat untuk Pimpinan Pusat adalah 3 (tiga) tahun
2. Masa khidmat untuk Pimpinan Wilayah adalah 2 (dua) tahun
3. Masa khidmat untuk Pimpinan Cabang adalah 2 (dua) tahun.
4. Masa khidmat untuk Pimpinan Anak Cabang adalah 2 (dua) tahun
5. Masa khidmat untuk Pimpinan Ranting dan Pimpinan Komisariat adalah 1 (satu) tahun.
BAB X
PERMUSYAWARATAN
Pasal 16
Permusyawaratan
1. Permusyawaratan IPNU untuk tingkat nasional, terdiri dari
a. Kongres
b. Kongres Luar Biasa
c. Rapat Kerja Nasional
2. Permusyawaratan IPNU untuk tingkat propinsi, terdiri dari:
a. Konferensi Wilayah
b. Konferensi Wilayah Luar Biasa
c. Rapat Kerja Wilayah
3. Permusyawaratan IPNU untuk tingkat Kabupaten/kota atau daerah yang disamakan dengan kabupaten/kota, terdiri dari:
a. Konferensi Cabang
b. Konferensi Cabang Luar Biasa
c. Rapat Kerja Cabang
4. Permusyawaratan IPNU untuk tingkat kecamatan, terdiri dari:
a. Konferensi Anak Cabang
b. Konferensi Anak Cabang Luar Biasa
c. Rapat Kerja Anak Cabang
5. Permusyawaratan IPNU untuk tingkat desa/kelurahan atau sejenisnya dan lembaga pendidikan terdiri dari:
a. Rapat Anggota
b. Rapat Anggota Luar Biasa
c. Rapat Kerja Anggota
PRINSIP PERJUANGAN IPNU
( Dulu namanya Citra Diri ; dirubah jadi P2 IPNU
sejak Kongres XV IPNU di Jakarta)
LANDASAN BERFIKIR
Sebagaimana ditetapkan dalam khittah 1926, Aswaja (Ahlussunnah wal
jamaah) adalah cara berfikir, bersikap, dan bertindak bagi warga
Nahdliyin.
Sikap dasar itu yang menjadi watak IPNU, dengan watak keislamannya yang mendalam dan dengan citra keindonesiaannya yang matang.
Cara Berfikir.
Cara berfikir menurut IPNU sebagai manifestasi ahlussunah wal jama’ah
adalah cara berfikir teratur dan runtut dengan memadukan antara dalil
naqli (yang berdasar al-Qur’an dan Hadits) dengan dalil aqli (yang
berbasis pada akal budi) dan dalil waqi’i (yang berbasis pengalaman).
Karena itu, di sini IPNU menolak cara berpikir yang berlandaskan pada
akal budi semata, sebagaimana yang dikembangkan kelompok pemikir bebas
(liberal tingkers) dan kebenaran mutlak ilmu pengetahuan dan pengalaman
sebagaimana yang dikembangkan kelompok pemikir materialistis (paham
kebendaan).
Demikian juga IPNU menolak pemahaman zahir (lahir) dan kelompok
tekstual (literal), karena tidak memungkinkan memahami agama dan
kenyataan social secara mendalam.
Cara Bersikap.
IPNU memandang dunia sebagai kenyataan yang beragam. Karena itu
keberagaman diterima sebagai kenyataan. Namun juga bersikap aktif yakni
menjaga dan mempertahankan kemajemukan tersebut agar harmonis (selaras),
saling mengenal (lita’arofu) dan memperkaya secara budaya.
Sikap moderat (selalu mengambil jalan tengah) dan menghargai
perbedaan menjadi semangat utama dalam mengelola kemajemukan tersebut.
Dengan demikian IPNU juga menolak semua sikap yang mengganggu
keanekaragaman atau keberagaman budaya tersebut. Pluralitas, dalam
pandangan IPNU harus diterima sebagai kenyataan sejarah.
Cara Bertindak.
Dalam bertindak, Aswaja mengakui adanya kehendak Allah (taqdir) tetapi
Aswaja juga mengakui bahwa Allah telah mengkaruniai manusia pikiran dan
kehendak. Karena itu dalam bertindak, IPNU tidak bersikap menerima
begitu saja dan menyerah kepada nasib dalam menghadapi kehendak Allah,
tetapi berusaha untuk mencapai taqdir Allah dengan istilah kasab
(usaha).
Namun demikian, tidak harus berarti bersifat antroposentris
(mendewakan manusia), bahwa manusia bebas berkehendak. Tindakan manusia
tidak perlu di batasi dengan ketat, karena akan dibatasi oleh alam, oleh
sejarah. Sementara Allah tidak dibatasi oleh faktor-faktor itu. Dengan
demikian IPNU tidak memilih menjadi sekuler, melainkan sebuah proses
pergerakan iman yang mengejawantah dalam seluruh aspek kehidupan.
LANDASAN BERSIKAP
Semua kader IPNU dalam menjalankan kegiatan pribadi dan berorganisasi
harus tetap memegang teguh nilai-nilai yang diusung dari norma dasar
keagamaan Islam ala ahlussunnah wal jama’ah dan norma yang bersumber
dari masyarakat. Landasan nilai ini diharapkan dapat membentuk watak
diri seorang kader IPNU. Nilai-nilai tersebut adalah:
1. Diniyyah/Keagamaan
a) Tauhid (al-tauhid) merupakan keyakinan yang kokoh terhadap Allah SWT. sebagai sumber inspirasi berpikir dan bertindak.
b) Persaudaraan dan persatuan (al-ukhuwwah wa al-ittihad) dengan mengedepankan sikap mengasihi (welas asih) sesama makhluk.
c) Keluhuran moral (al-akhlaq al-karimah) dengan menjunjung tinggi
kebenaran dan kejujuran (al-shidqu). Bentuk kebenaran dan kejujuran yang
dipahami: (1) Al-shidqu il Allah. Sebagai pribadi yang beriman selalu
melandasi diri dengan perilaku benar dan jujur, karena setiap tindakan
senantiasa dilihat Sang Khalik; (2) Al-shidqu ila ummah. Sebagai makhluk
sosial dituntut memiliki kesalehan sosial, jujur dan benar kepada
masyarakat dengan senantiasa melakukan pencerahan terhadap masyarakat;
(3) Al-shidqu ila alnafsi, jujur dan benar kepada diri sendiri merupakan
sikap perbaikan diri dengan semangat peningkatan kualitas diri; (4)
Amar ma’ruf nahy munkar. Sikap untuk selalu menyerukan kebaikan dan
mencegah segala bentuk kemungkaran.
2. Keilmuan, Prestasi, dan Kepeloporan
a) Menunjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan teknologi dengan semangat
peningkatan kualitas SDM IPNU dan menghargai para ahli dan sumber
pengetahuan secara proporsional.
b) Menunjunjung tinggi nilai-nilai amal, kerja dan prestasi sebagai bagian dari ibadah kepada Allah SWT.
c) Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha mendorong, memacu, dan mempercepat perkembangan masyarakat.
3. Sosial Kemasyarakatan
a) Menjunjung tinggi kebersamaan di tengah kehidupan berbangsa dan
bernegara dengan semangat mendahulukan kepentingan bersama daripada
kepentingan pribadi.
b) Selalu siap mempelopori setiap perubahan yang membawa manfaat bagi kemaslahatan manusia.
4. Keikhlasan dan Loyalitas
a) Menjunjung tinggi keikhlasan dalam berkhidmah dan berjuang .
b) Menjunjung tinggi kesetiaan (loyalitas) kepada agama, bangsa, dan
negara dengan melakukan ikhtiar perjuangan di bawah naungan IPNU.
LANDASAN BERORGANISASI
1. Ukhuwah
Sebuah gerakan mengandaikan sebuah kebersamaan, karena itu perlu diikat
dengan ukhuwah (persaudaraan) atau solidaritas (perasaan setia kawan)
yang kuat (al urwah al-wutsqo) sebagai perekat gerakan. Adapun gerakan
ukhuwah IPNU meliputi:
b. Ukhuwwah Nahdliyyah
Sebagai gerakan yang berbasis NU ukhuwah nahdliyah harus menjadi prinsip
utama sebelum melangkah ke ukhuwah yang lain. Ini bukan untuk memupuk
sektarianisme, melainkan sebaliknya sebagai pengokoh ukhuwah yang lain,
sebab hanya kaum nahdiyin yang mempunyai system pemahaman keagamaan yang
mendalam dan bercorak sufistik yang moderat dan selalu menghargai
perbedaan serta gigih menjaga kemajemukan budaya, tradisi, kepercayaan
dan agama yang ada.
Kader IPNU yang mengabaikan ukhuwah nahdiyah adalah sebuah penyimpangan.
Sebab ukhuwah tanpa dasar aqidah yang kuat akan mudah pudar karena
tanpa dasar dan sering dicurangi dan dibelokkan untuk kepentingan
pribadi. Ukhuwah nahdliyah berperan sebagai landasan ukhuwah yang lain.
Karena ukhuwah bukanlah tanggapan yang bersifat serta merta, melainkan
sebuah keyakinan, penghayatan, dan pandangan yang utuh serta matang yang
secara terus menerus perlu dikuatkan.
c. Ukhuwwah Islamiyyah
Ukhuwah Islamiyah mempunyai ruang lingkup lebih luas yang melintasi
aliran dan madzhab dalam Islam. Oleh sebab itu ukhuwah ini harus
dilandasi dengan kejujuran, cinta kasih, dan rasa saling percaya. Tanpa
landasan tersebut ukhuwah islamiyah sering diselewengkan oleh kelompok
tertentu untuk menguasai yang lain. Relasi semacam itu harus ditolak,
sehingga harus dikembangkan ukhuwah islamiyah yang jujur dan amanah
serta adil.
Ukhuwah Islamiyah dijalankan untuk kesejahteraan umat Islam serta
tidak diarahkan untuk menggangu ketentraman agama atau pihak yang lain.
Dengan ukhuwah Islamiyah yang adil itu umat Islam Indonesia dan seluruh
dunia bisa saling mengembangkan, menghormati, melindungi serta membela
dari gangguan kelompok lain yang membahayakan keberadaan iman, budaya
dan masyarakat Islam secara keseluruhan.
d. Ukhuwwah Wathaniyyah
Sebagai organisasi yang berwawasan kebangsaan, maka IPNU berkewajiban
untuk mengembangkan dan menjaga ukhuwah wathoniyah solidaritas
nasional). Dalam kenyataannya bangsa ini tidak hanya terdiri dari
berbagai warna kulit, agama dan budaya, tetapi juga mempunyai berbagai
pandangan hidup.
IPNU, yang lahir dari akar budaya bangsa ini, tidak pernah mengalami
ketegangan dengan konsep kebangsaan yang ada. Sebab keislaman IPNU
adalah bentuk dari Islam Indonesia (Islam yang berkembang dan melebur
dengan tradisi dan budaya Indonesia); bukan Islam di Indonesia (Islam
yang baru datang dan tidak berakar dalam budaya Indonesia).
Karena itulah IPNU berkewajiban turut mengembangkan ukhuwah
wathaniyah untuk menjaga kerukunan nasional. Karena dengan adanya
ukhuwah wathaniyah ini keberadaan NU, umat Islam dan agama lain terjaga.
Bila seluruh bagian bangsa ini kuat, maka akan disegani bangsa lain dan
mampu menahan penjajahan –dalam bentuk apapun-dari bangsa lain. Dalam
kerangka kepentingan itulah IPNU selalu gigih menegakkan nasionalisme
sebagai upaya menjaga keutuhan dan menjunjung martabat bangsa Indonesia.
e. Ukhuwwah Basyariyyah
Walaupun NU memegang teguh prinsip ukhuwah nahdliyah, islamiyah dan
wathaniyah, namun NU tidak berpandangan dan berukhuwah sempit. NU tetap
menjunjung solidaritas kemanusiaan seluruh dunia, menolak pemerasan dan
penjajahan (imperialisme dan neoimperialisme) satu bangsa atas bangsa
lainnya karena hal itu mengingkari martabat kemanusiaan. Bagi IPNU,
penciptaan tata dunia yang adil tanpa penindasan dan peghisapan
merupakan keniscayaan.
Menggunakan isu kemanusiaan sebagai sarana penjajahan merupakan
tindakan yang harus dicegah agar tidak meruntuhkan martabat kemanusiaan.
Ukhuwah basyariyah memandang manusia sebagai manusia, tidak tersekat
oleh tembok agama, warna kulit atau pandangan hidup; semuanya ada dalam
satu persaudaraan dunia. Persaudaran ini tidak bersifat pasif (diam di
tempat), tetapi selalu giat membuat inisiatif (berikhtiar) dan
menciptakan terobosan baru dengan berusaha menciptakan tata dunia baru
yang lebih adil,beradab dan terbebas dari penjajahan dalam bentuk
apapun.
2. Amanah
Dalam kehidupan yang serba bersifat duniawi (kebendaan), sikap amanah
mendapat tantangan besar yang harus terus dipertahankan. Sikap amanah
(saling percaya) ditumbuhkan dengan membangun kejujuran, baik pada diri
sendiri maupun pihak lain. Sikap tidak jujur akan menodai prinsip
amanah, karena itu pelakunya harus dikenai sangsi organisasi secara
tegas. Amanah sebagai ruh gerakan harus terus dipertahankan, dibiasakan
dan diwariskan secara turun temurun dalam sikap dan perilaku
sehari-hari.
3. Ibadah (Pengabdian)
Berjuang dalam NU untuk masyarakat dan bangsa haruslah berangkat dari
semangat pengabdian, baik mengabdi pada IPNU, umat, bangsa, dan seluruh
umat manusia. Dengan demikian mengabdi di IPNU bukan untuk mencari
penghasilan, pengaruh atau jabatan, melainkan merupakan ibadah yang
mulia. Dengan semangat pengabdian itu setiap kader akan gigih dan ikhlas
membangun dan memajukan IPNU. Tanpa semangat pengabdian, IPNU hanya
dijadikan tempat mencari kehidupan, menjadi batu loncatan untuk
memproleh kepentingan pribadi atau golongan.
Lemahnya organisasi dan ciutnya gerakan IPNU selama ini terjadi karena
pudarnya jiwa pengabdian para pengurusnya. Pengalaman tersebut sudah
semestinya dijadikan pijakan untuk membarui gerakan organisasi dengan
memperkokoh jiwa pengabdian para pengurus dan kadernya. Semangat
pengabdian itulah yang pada gilirannya akan membuat gerakan dan
kerja-kerja peradaban IPNU akan semakin dinamis dan nyata.
4. Asketik (Kesederhanaan)
Sikap amanah dan pengabdian muncul bila seseorang memiliki jiwa asketik
(bersikap zuhud/sederhana). Karena pada dasarnya sikap materialistik
(hubbu al-dunya) akan menggerogoti sikap amanah dan akan merapuhkan
semangat pengabdian, karena dipenuhi pamrih duniawi. Maka, sikap zuhud
adalah suatu keharusan bagi aktivis IPNU. Sikap ini bukan berarti anti
duniawi atau anti kemajuan, akan tetapi menempuh hidup sederhana, tahu
batas, tahu kepantasan sebagaimana diajarkan oleh para salafus sholihin.
Dengan sikap asketik itu keutuhan dan kemurnian perjuangan IPNU akan
terjaga, sehingga kekuatan moral yang dimiliki bisa digunakan untuk
menata bangsa ini.
5. Non-Kolaborasi
Landasan berorganisasi non-kolaborasi harus ditegaskan kembali,
mengingat dewasa ini banyak lembaga yang didukung oleh pemodal asing
yang menawarkan berbagai jasa dan dana yang tujuannya bukan untuk
memandirikan, melainkan untuk menciptakan ketergantungan dan pengaburan
terhadap khittah serta prinsip-prinsip gerakan NU secara umum, melalui
campur tangan dan pemaksaan ide dan agenda mereka.
Karena itu untuk menjaga kemandirian, maka IPNU harus menolak untuk
berkolaborasi (bekerja sama) dengan kekuatan pemodal asing baik secara
akademik, politik, maupun ekonomi. Selanjutnya kader-kader IPNU
berkewajiban membangun paradigma (kerangka) keilmuan sendiri, system
politik dan sistem ekonomi sendiri yang berakar pada budaya sejarah
bangsa nusantara sendiri.
6. Komitmen Pada Korp
Untuk menerapkan prinsip-prinsip serta menggerakkan roda organisasi,
maka perlu adanya kesetiaan dan kekompakan dalam korp (himpunan)
organisasi. Karena itu seluruh anggota korp harus secara bulat menerima
keyakinan utama yang menjadi pandangan hidup dan seluruh prinsip
organisasi. Demikian juga pimpinan, tidak hanya cukup menerima ideology
dan prinsip pergerakan semata, tetapi harus menjadi pelopor, teladan dan
penggerak prinsip-prinsip tersebut.
Segala kebijakan pimpinan haruslah mencerminkan suara seluruh anggota
organisasi. Dengan demikian seluruh anggota korp harus tunduk dan setia
pada pimpinan. Dalam menegakkan prinsip dan melaksanakan program,
pimpinan harus tegas memberi ganjaran dan sanksi pada anggota korp.
Sebaliknya, angga harus berani bersikap terbuka dan tegas pada pimpinan
dan berani menegur dan meluruskan bila terjadi penyimpangan.
7. Kritik-Otokritik
Untuk menjaga keberlangsungan organisasi serta memperlancar jalannya
program, maka perlu adanya cara kerja organisasi. Untuk mengatasi
kemungkinan terjadinya kemandekan atau bahkan penyimpangan, maka
dibutuhkan kontrol terhadap kinerja dalam bentuk kritik-otokritik
(saling koreksi dan introspeksi diri). Kritik-otokritik ini bukan
dilandasi semangat permusuhan tetapi dilandasi semangat persaudaraan dan
rasa kasih sayang demi perbaikan dan kemajuan IPNU.
JATI DIRI IPNU
1. Hakikat dan Fungsi IPNU
a) Hakikat
IPNU adalah wadah perjuangan pelajar NU untuk menyosialisasikan komitmen
nilai-nilai keislaman, kebangsaan, keilmuan, kekaderan, dan
keterpelajaran dalam upaya penggalian dan pembinaan kemampuan yang
dimiliki sumber daya anggota, yang senantiasa mengamalkan kerja nyata
demi tegaknya ajaran Islam Ahlussunnah wal jamaah dalam kehidupan
masyarakat Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
b) Fungsi
IPNU berfungsi sebagai :
• Wadah berhimpun Pelajar NU untuk mencetak kader akidah.
• Wadah berhimpun pelajar NU untuk mencetak kader ilmu
• Wadah berhimpun pelajar NU untuk mencetak kader organisasi.
• Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran panggilan dan pembinaan
(target kelompok) IPNU adalah setiap pelajar bangsa (siswa dan santri)
yang syarat keanggotaannya ketentuan dalam PD/PRT.
2. Posisi IPNU
a) Intern (dalam lingkungan NU)
IPNU sebagai perangkat dan badan otonom NU, secara kelembagaan memiliki
kedudukan yang sama dan sederajat dengan badan-badan otonom lainnya,
yaitu memiliki tugas utama melaksanakan kebijakan NU, khususnya yang
berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu. Masingmasing badan yang
berdiri sendiri itu hanya dapat dibedakan dengan melihat kelompok yang
menjadi sasaran dan bidang garapannya masingmasing.
b) Eksteren (di luar lingkungan NU)
IPNU adalah bagian integral dari generasi muda Indonesia yang memiliki
tanggung jawab terhadap kelangsungan hidup bangsa dan Negara Republik
Indonesia dan merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya dan cita-cita
perjuangan NU serta cita-cita bangsa Indonesia.
3. Orientasi IPNU
Orientasi IPNU berpijak pada kesemestaan organisasi dan anggotanya untuk
senantiasa menempatkan gerakannya pada ranah keterpelajaran dengan
kaidah “belajar, berjuang, dan bertaqwa,” yang bercorak dasar dengan
wawasan kebangsaan, keislaman, keilmuan, kekaderan, dan keterpelajaran.
a) Wawasan Kebangsaan
Wawasan kebangsaan ialah wawasan yang dijiwai oleh asas kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan, yang mengakui keberagaman
masyarakat, budaya, yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan,
hakekat dan martabat manusia, yang memiliki tekad dan kepedulian
terhadap nasib bangsa dan negara berlandaskan prinsip keadilan,
persamaan, dan demokrasi.
b) Wawasan Keislaman
Wawasan keislaman adalah wawasan yang menempatkan ajaran agama Islam
sebagai sumber nilai dalam menunaikan segala tindakan dan kerja-kerja
peradaban. Ajaran Islam sebagai ajaran yang merahmati seluruh alam,
mempunyai sifat memperbaiki dan menyempurnakan seluruh nilai-nilai
kemanusiaan. Oleh karena itu, IPNU dalam bermasyarakat bersikap tawashut
dan i’tidal, menunjung tinggi prinsip keadilan dan kejujuran di
tengah-tengah kehidupan masyarakat, bersikap membangun dan menghindari
sikap tatharruf (ekstrem, melaksanakan kehendak dengan menggunakan
kekuasaan dan kezaliman); tasamuh, toleran terhadap perbedaan pendapat,
baik dalam masalah keagamaan, kemasyarakatan, maupun kebudayaan;
tawazun, seimbang dan menjalin hubungan antar manusia dan Tuhannya,
serta manusia dengan lingkungannya; amar ma’ruf nahy munkar, memiliki
kecenderungan untuk melaksanakan usaha perbaikan, serta mencegah
terjadinya kerusakan harkat kemanusiaan dan kerusakan lingkungan,
mandiri, bebas, terbuka, bertanggung jawab dalam berfikir, bersikap, dan
bertindak.
c) Wawasan Keilmuan
Wawasan keilmuan adalah wawasan yang menempatkan ilmu pengetahuan
sebagai alat untuk mengembangkan kecerdasan anggota dan kader. Sehingga
ilmu pengetahuan memungkinkan anggota untuk mewujudkan dirinya sebagai
manusia seutuhnya dan tidak menjadi beban sosial lingkungan. Dengan ilmu
pengetahuan, akan memungkinan mencetak kader mandiri, memiliki harga
diri, dan kepercayaan diri sendiri dan dasar kesadaran yang wajar akan
kemampuan dirinya dalam masyarakat sebagai anggota masyarakat yang
berguna.
d) Wawasan Kekaderan
Wawasan kekaderan ialah wawasan yang menempatkan organisasi sebagai
wadah untuk membina anggota, agar menjadi kader–kader yang memiliki
komitmen terhadap ideologi dan cita–cita perjuangan organisasi,
bertanggungjawab dalam mengembangkan dan membentengi organisasi, juga
diharapkan dapat membentuk pribadi yang menghayati dan mengamalkan
ajaran Islam ala ahlussunnah wal jamaah, memiliki wawasan kebangsaan
yang luas dan utuh, memiliki komitmen terhadap ilmu pengetahuan, serta
memiliki kemampuan teknis mengembangkan organisasi, kepemimpinan,
kemandirian, dan populis.
e) Wawasan Keterpelajaran
Wawasan keterpelajaran ialah wawasan yang menempatkan organisasi dan
anggota pada pemantapan diri sebagai center of excellence (pusat
keutamaan) pemberdayaan sumberdaya manusia terdidik yang berilmu,
berkeahlian, dan mempunyai pandangan ke depan, yang diikuti kejelasan
tugas sucinya, sekaligus rencana yang cermat dan pelaksanaannya yang
berpihak pada kebenaran.
Wawasan ini mensyaratkan watak organisasi dan anggotanya untuk
senantiasa memiliki hasrat ingin tahu dan belajar terus menerus;
mencintai masyarakat belajar; mempertajam kemampuan mengurai dan
menyelidik persoalan; kemampuan menyelaraskan berbagai pemikiran agar
dapat membaca kenyataan yang sesungguhnya; terbuka menerima perubahan,
pandangan dan cara-cara baru; menjunjung tinggi nilai, norma, kaidah dan
tradisi serta sejarah keilmuan; dan berpandangan ke masa depan.
Materi ini untuk Panduan Fasilitator / Pemateri MAKESTA
Adapun untuk peserta MAKESTA “dapat” lebih diringkas dan dijelaskan